Bayangkan
kamu sedang duduk di sebuah ruangan dan memandangi album foto
berisi potret diri kamu semasa kecil, lalu aku datang dan duduk di sebelahmu,
jika kiranya kehadiranku menggangu, usir saja gapapa kok he-he-he. Bayangkan
kenangan-kenangan bahagia saat kamu berada di usia itu. Cecap. Rasakan setiap
perasaan yang muncul. Lebih dalam. Wait,
kok malah jadi Examen. Bukan, aku hanya ingin bertanya apakah kamu masih
mengenali sosok dalam album foto itu? Tidakkah kamu merindukannya? Sosok
tersebut, sosok yang mampu melihat berbagai macam keajaiban yang tidak bisa
dilihat oleh orang dewasa.
Nah,
dalam ulasan film kali ini aku mau mengajak kamu untuk bernostalgia dengan masa
kecil kita melalui film yang ditulis dan disutradarai Hayao Miyazaki, My
Neighbor Totoro. Film yang dirilis
pada tahun 1988 ini bercerita tentang petualangan ajaib Satsuki dan adiknya Mei
bersama dengan makhluk-makhluk mitologi Jepang. Ya, tentu saja semua film yang
disutradai oleh maestro animasi Jepang tersebut tidak pernah terlepas dari
cerita-cerita yang imajinatif, penuh akan petualangan dan yang sudah pasti
terselip pesan untuk memperkenalkan budaya Jepang yang sarat akan tradisi
turun-temurun. Princess Mononoke dan Spirited Away misalnya.
Kisah
ini dimulai dengan adegan di mana Satsuki, Mei, dan ayah mereka sedang berada
dalam perjalan menuju rumah ‘baru’ di
desa agar bisa lebih dekat dengan ibu mereka yang sedang menjalani proses
penyembuhan. Rumah ‘baru’ yang aku sebutkan tadi adalah rumah lama tak
berpenghuni tapi masih layak huni.
Di
menit pertama film ini kita akan disuguhkan pemandangan indah desa di Jepang
khas rumah produksi Studio Ghibli. Pegunungan, jalan berbukit-bukit, pohon di
mana-mana, sawah, bunga berwarna-warni, suara gemericik air, kicau burung, dan
saling sapa antar penduduk desa juga akan membuatmu rindu untuk pulang ke
kampung halaman.
Kepolosan
Satsuki dan Mei terlihat jelas ketika mereka baru saja tiba dan menemukan tiang
penyangga di beranda rumah yang sudah sangat rapuh dan hampir roboh, bukannya
kesal mereka malah berteriak kegirangan menertawakan rumah baru mereka. Dalam
kondisi ini mereka tak mempermasalahkan keadaan rumah tersebut, sebaliknya
kebahagiaan khas anak-anak terpancar jelas di wajah mereka.
Selagi
menurunkan barang-barang, Satsuki dan Mei diperbolehkan oleh ayah mereka untuk
menjelajah rumah baru. Rasa penasaran mereka timbul saat mereka menemukan biji
pohon Ek yang berjatuhan tanpa tahu siapa atau apa yang menjatuhkan biji-bijian
tersebut.
Petualangan
untuk menjalajah rumah mereka berlanjut ketika mereka menemukan sebuah pintu
misterius di bagian belakang rumah mereka. Seketika mereka terkejut melihat
ribuan makhluk berbentuk bola bulu berwarna hitam legam seukuran kepalan tangan
anak-anak yang jumlahnya sangat banyak. Awalnya mereka takut tapi seketika
keberanian pun muncul didorong rasa penasaran terhadap makhluk yang baru
pertama kali mereka lihat.
Lalu
Satsuke dan Mei menceritakan apa yang baru saja mereka lihat. Ayah menjelaskan
bahwa bola-bola hitam tersebut adalah Makkuro Kurosukei , yaitu keadaan
saat kita masuk dari luar yang terang ke ruangan yang gelap bola mata akan
mengecil dan kita akan melihat ribuan titik-titik hitam.
Mei
berhasil menangkap satu saat Satsuki dan ayahnya beranjak meninggalkan ruangan
itu dan langsung mengejar Satsuki untuk menunjukan temuannya tapi sayangnya apa
yang ditangkap Mei hilang seketika menyisakan bekas hitam di tangannya. Begitu
nenek penjaga datang, ia menceritakan bahwa apa yang baru saja ditangkap Mei
adalah Susuwatari atau Peri Jelaga yang tidak akan menganggu dan akan
pergi jika rumah dipenuhi tawa.
Beberapa
hari kemudian saat Mei sedang bermain di taman, ia bertemu dengan dua makhluk
berwarna biru dan putih yang sedang mengumpulkan biji ek. Mei yang sangat
penasaran mengikuti kedua makhluk tersebut dan menuntun Mei ke sebuah pohon
besar yang berisi seekor makhluk yang sama tapi ukurannya jauh lebih besar. Tanpa
rasa takut Mei yang sangat excited langsung memeluk makhluk tersebut dan
tertidur pulas di atasnya. Begitulah awal perjumpaan dengan Totoro, si makhluk
penjaga hutan. Ayah Mei menjelaskan bahwa hanya orang-orang yang beruntung yang
bisa bertemu dengan Totoro.
Aku
sangat tidak menikmati My Neighbor Totoro saat pertama kali menontonnya
di tahun 2017. Terlalu tidak masuk akal, tanpa konflik yang menegangkan, dan
batas antara dunia imajinasi dan realitas yang tidak jelas. Tapi pikiranku
seketika berubah ketika menonton Fantastic Beast: The Crimes of Grinderwald.
Ekspektasi yang tidak tercapai ketika menonton film ini membuat aku
mengumpat dalam hati, “Jauh lebih bagus film
Totoro!”
Aku
sadar, membandingan film Fantastic Beast: The Crimes of Grinderwald dengan
My Neighbor Totoro bukankah hal
yang benar karena kedua film tersebut memiliki porsinya masing-masing. Singkat
cerita aku memutuskan untuk menontong ulang film My Neighbor Totoro setelah
terlebih dahulu menyapa sosok pribadiku sewaktu kecil melalui Examen. Dan benar saja, aku benar-benar menikmati film
ini. Aku tidak lagi peduli tentang konflik yang disuguhkan, logika tentang
keberadaan makhluk-makhluk seperti Totoro ataupun Susuwatari, dan
memikirkan batas antara imajinasi dengan realitas. Betapa sebuah pengalaman yang
berbeda dari film yang sama setelah berhasil ‘kembali’.
Karakter
orangtua Satsuki dan Mei yang digambarkan dalam film ini juga membuat semakin
jatuh cinta terhadap film ini. Mereka tidak pernah menyanggah dan selalu mau
mendengarkan petualangan ajaib yang dialami Satsuki dan Mei. Tidakkah semua
orangtua seharusnya begitu? Ya, aku pun sempat iri dengan keluarga Satsuki.
Konflik-konflik sederhana seperti ketika Mei
memaksa untuk ikut pergi sekolah bersama Satsuki atau ketika Mei tersesat saat
berjalan pergi sendirian untuk menjenguk sang ibu akan terasa menjadi konflik
yang sangat besar jika kamu menonton dengan sudut pandang anak-anak.
Menonton
My Neighbor Totoro membawa ingatan aku saat anak-anak. Dulu, masih
sering bertemu dengan Sinterklas, Naga terbang, Pegasus, Pocong, Tinker
Bell, Spiderman dan tokoh-tokoh fiktif lainnya. Tapi kedewasaan dan sejarah
hidup yang menyertainya sudah membunuh mereka semua dan pada akhirnya aku
memilih untuk berteman baik dengan rutinitas demi bertahan hidup.
Bagiku,
menonton My Neighbor Totoro adalah kebahagiaan yang sederhana karena aku
disadarkan bahwa beberapa hal yang menyenangkan hanya bisa dinikmati dengan
ketenangan hati.
Karena jiwa termurni yang menyelamatkan ego dan kerakusan sebagai manusia adalah jiwa anak-anak yang seringkali terkubur predikat "dewasa"🧡
ReplyDeleteYep! Benar sekali..
Delete