Skip to main content

Tentang Ingatan



Sebelumnya aku tidak pernah ingat bagaimana rasanya menjadi seorang bayi. Ingatan terjauhku hanya berjarak 18 tahun yang lalu dari hari ini. Ya, di usia normal seorang anak mulai bisa mengingat kejadian tentunya.
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
Saat itu semesta rasanya tak lebih lebar dari kebun kopi milik kakekku dan tak ada masalah yang lebih pelik selain ketahuan menggunakan ladangnya sebagai arena perang dunia yang aku dan teman-temanku ciptakan sendiri.
Lalu, apa yang terjadi padaku sebelum ingatan itu?
Seketika pertanyaan ini muncul saat keponakanku, Elyn, yang baru berusia 4 bulan menggeliat di pangkuanku.
Seolah tahu apa yang sedang aku pikirkan, ia langsung meraih jariku dan menggenggamnya sekuat tenaga. Secara gaib, aku merasa sedang dibawanya pada sebuah dimensi yang rasanya tak begitu asing bagiku. Sebuah dimensi di mana aku mampu mengakses semua ingatanku. Bahkan ingatan jauh sebelum aku dilahirkan. Di surga.
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
Sebenarnya aku ragu untuk menuliskan rahasia sebesar ini di sini. Tapi baiklah beberapa kisah rasanya tak akan menjadi masalah.
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
Manusia surga lahir dari bulir-bulir cahaya yang melebur dengan nafas Sang Penguasa Semesta. Kemudian tumbuh sampai usia anak-anak sebelum akhirnya diutus ke bumi melalui proses biologis yang terjadi antara ayah dan ibu kita masing-masing.
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
Lalu, mengapa saat menjadi manusia bumi ingatan tentang surga dan masa bayi menghilang?
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
Begini, sebelum Dia mengutus kita ke bumi, bahagia adalah satu-satunya perasaan yang dimiliki manusia surga. Dia mengutus kita yang selalu dipanggil sebagai "anak-Ku" untuk menciptakan suasana surga di bumi, dengan konsekuensi ingatan kita akan surga hilang di saat kita sudah lancar bicara.
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
Ritual pengutusan ini menjadi ritual favoritku selama di surga. Dia yang berparas sangat cantik akan mendatangi satu persatu manusia surga yang siap diutus, memegang kedua tangan kita sampai cahaya keluar dari tiap pori-pori kulit, mengakhirinya dengan sebuah kecupan hangat di kening, dan seketika kita kembali menjadi bulir cahaya yang melayang-layang di bumi menuju rahim ibu kita.
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
Elyn menangis. Mendistraksi kenikmatan ingatan-ingatanku itu. Hal yang tak terduga terjadi juga padanya. Selama aku yang sedang menyelami ingatan bahagia itu rupanya ia sedang berada pada perjalanan ingatanku di bumi yang tentu saja akan terasa menyeramkan baginya. Ia nampak begitu gelisah dan ketakutan.
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
Kutatap matanya yang masih berair. Kami saling mendekap, merasakan degup jantung masing-masing.
Kubisikan ke telinganya dengan sedikit keraguan yang untungnya tidak ia sadari, "Semua akan baik-baik saja, percayalah. Kelak kita akan menciptakan suasana surga bersama-sama di bumi,"  Dan ia kembali tertidur pulas dengan mulut sedikit terbuka. Dengan pipi merahnya yang menggemaskan.
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
Jakarta, Juni 2019.

Comments

Popular posts from this blog

Tuhan Tidak Makan Cilok

Pengalaman terakhirku makan cilok abang-abang pinggiran terminal, berujung pada penderitaan seminggu diare. Tapi malam ini, makan cilok tak pernah terasa se-dramatis ini. Aku menyiapkan cash senilai harga tiket  Gold Class-nya CGV di saku kemejaku, "Self reward atas kerja keras minggu ini," pikirku. Sesungguhnya itu adalah sisa budget mingguanku, untuk makan besok biarlah jadi urusan besok. 19.05, masih ada waktu sekitar setengah jam dari jadwal  "A Haunting in Venice." Film adaptasi novel Agatha Christie yang sudah kunanti sejak bulan lalu. Sembari menunggu, tentu tak ada salahnya duduk menikmati udara malam yang terasa lebih puitis  saat kamu berhasil menghibur diri sendiri. Tapi, tulisan ini bukan tentang review dari film tersebut, aku tak cukup pande untuk membuatnya. "Beli tisunya, Om?" Sepasang tangan mungil menyodorkan  1 pack tisu yang merknya tidak terkenal. Kutaksir, usianya belum lebih 7 tahun, atau sedikit lebih tua dari keponakanku yang mengge...

Pohon Jambu

Suatu hari kau pernah bilang, "Setiap pohon yang ditebang atau mati, akan bereinkarnasi menjadi satu bangunan baru." Tentu saja aku tertawa. Bagaimana tidak? Aku membayangkan, akan menjadi bangunan macam apa pohon jambu di depan rumahmu yang kau gantungi lampion-lampion kecil dan sering kau bacakan puisi itu kelak jika mati? "Pohon yang diperlakukan dengan baik, akan bereinkarnasi menjadi bangunan yang indah nantinya!" Katamu dengan begitu percaya diri. Sayangnya. Aku mulai percaya dengan kata-kata itu. Di kota ini, pohon-pohon telah bereinkarnasi menjadi gedung-gedung yang megerikan! Mereka mencakar-cakar langit! Tentu saja mereka iri karena tidak bisa lebih tinggi daripada lagit. Atau mungkin, gedung-gedung itu iri karena langit berhiaskan bintang, bulan dan kadang pelangi. Sedangkan gedung-gedung itu hanya berisikan jiwa-jiwa yang merasa kaya padahal satu-satunya yang mereka perjuangkan dan mereka miliki tidak lain hanyalah uang! H...

My Neighbor Totoro dan Sebuah Pengalaman ‘Kembali’

Bayangkan kamu sedang duduk di sebuah ruangan dan memandangi album foto berisi potret diri kamu semasa kecil, lalu aku datang dan duduk di sebelahmu, jika kiranya kehadiranku menggangu, usir saja gapapa kok he-he-he. Bayangkan kenangan-kenangan bahagia saat kamu berada di usia itu. Cecap. Rasakan setiap perasaan yang muncul. Lebih dalam. Wait, kok malah jadi Examen. Bukan, aku hanya ingin bertanya apakah kamu masih mengenali sosok dalam album foto itu? Tidakkah kamu merindukannya? Sosok tersebut, sosok yang mampu melihat berbagai macam keajaiban yang tidak bisa dilihat oleh orang dewasa. Nah, dalam ulasan film kali ini aku mau mengajak kamu untuk bernostalgia dengan masa kecil kita melalui film yang ditulis dan disutradarai Hayao Miyazaki, My Neighbor Totoro . Film yang  dirilis pada tahun 1988 ini bercerita tentang petualangan ajaib Satsuki dan adiknya Mei bersama dengan makhluk-makhluk mitologi Jepang. Ya, tentu saja semua film yang disutradai oleh maestro animasi Je...