Skip to main content

Adakah yang lebih setia daripada tanganmu sendiri?

Jawab aku!
Adakah yang lebih setia daripada tanganmu sendiri?

Aku setuju denganmu
Ada duka yang tak terucap
Sakit tak tertahan
Dan kecewa yang tak kunjung pergi.

Dik,
Tak ada yang benar-benar peduli pada jiwamu yang merana kecuali sepasang tanganmu.
Betapa sanggupnya kamu terpikir untuk memaksa kananmu menyayat kirimu atas dosa-dosa yang tak pernah dilakukannya?

"Tapi, berkat kedua tanganku yang tak mampu menjangkau mimpi-mimpikulah akhirnya aku terjatuh," katamu membela diri.

Tidak dik,
Tidak ada yang perlu disalahkan.
Ikhlaslah.
Menerimanya selayak kananmu dan kirimu yang saling melengkapi.

Sebab tak ada yang lebih setia daripada tanganmu sendiri.
Seperti pada permulaan.
Sekarang.
Selalu
Dan sepanjang segala masa.

Medan, 2015.

Comments

Popular posts from this blog

Tuhan Tidak Makan Cilok

Pengalaman terakhirku makan cilok abang-abang pinggiran terminal, berujung pada penderitaan seminggu diare. Tapi malam ini, makan cilok tak pernah terasa se-dramatis ini. Aku menyiapkan cash senilai harga tiket  Gold Class-nya CGV di saku kemejaku, "Self reward atas kerja keras minggu ini," pikirku. Sesungguhnya itu adalah sisa budget mingguanku, untuk makan besok biarlah jadi urusan besok. 19.05, masih ada waktu sekitar setengah jam dari jadwal  "A Haunting in Venice." Film adaptasi novel Agatha Christie yang sudah kunanti sejak bulan lalu. Sembari menunggu, tentu tak ada salahnya duduk menikmati udara malam yang terasa lebih puitis  saat kamu berhasil menghibur diri sendiri. Tapi, tulisan ini bukan tentang review dari film tersebut, aku tak cukup pande untuk membuatnya. "Beli tisunya, Om?" Sepasang tangan mungil menyodorkan  1 pack tisu yang merknya tidak terkenal. Kutaksir, usianya belum lebih 7 tahun, atau sedikit lebih tua dari keponakanku yang mengge...

Pohon Jambu

Suatu hari kau pernah bilang, "Setiap pohon yang ditebang atau mati, akan bereinkarnasi menjadi satu bangunan baru." Tentu saja aku tertawa. Bagaimana tidak? Aku membayangkan, akan menjadi bangunan macam apa pohon jambu di depan rumahmu yang kau gantungi lampion-lampion kecil dan sering kau bacakan puisi itu kelak jika mati? "Pohon yang diperlakukan dengan baik, akan bereinkarnasi menjadi bangunan yang indah nantinya!" Katamu dengan begitu percaya diri. Sayangnya. Aku mulai percaya dengan kata-kata itu. Di kota ini, pohon-pohon telah bereinkarnasi menjadi gedung-gedung yang megerikan! Mereka mencakar-cakar langit! Tentu saja mereka iri karena tidak bisa lebih tinggi daripada lagit. Atau mungkin, gedung-gedung itu iri karena langit berhiaskan bintang, bulan dan kadang pelangi. Sedangkan gedung-gedung itu hanya berisikan jiwa-jiwa yang merasa kaya padahal satu-satunya yang mereka perjuangkan dan mereka miliki tidak lain hanyalah uang! H...

Menanti Pembeli, di Tengah Kota, di Sudut Harmoni

  Jumlahnya tiga puluh dua ribu rupiah. Ramdan  terlihat sibuk menghitung berulang-ulang uang lusuh di sudut JPO Harmoni. Siapa pun dapat menghitung jumlah uang di tangannya itu dalam satu kedipan mata.Tiga lembar sepuluh ribuan, dan selembar uang dua ribuan. Sesekali ia mendongak ke arah orang yang melewatinya dengan tatapan lirih, berharap ada seseorang yang memborong dagangannya supaya bisa segera pulang.  “Mulai jualan biasanya jam 1 siang, terus Kata Mamak jam 4 (sore) udah harus pulang,” kata Ramdan sambil melirik dagangannya yang masih banyak, semuanya dijual dengan harga enam ribu rupiah untuk keuntungan sebesar seribu lima ratus dari setiap satu dagangannya yang laku.  Ramdan Maulana, seorang bocah berusia delapan tahun yang terpaksa berjualan sepulang sekolah untuk membantu kebutuhan sehari-hari keluarganya menggantikan ibunya yang harus mengurus ketiga adik Ramdan yang masing-masing masih berusia enam tahun, empat tahun dan 7 bulan. Ayahnya bekerja sebagai...